image







Situasi Lokal

Di Jawa, benyak desa-desa, terutama di daerah Cikole-Lembang, Bandung, yang telah mengembangkan pemeliharaan kelinci unggul sebagai sumber protein (Mamur Suriatmadja-Kom. langsung, 1981). Dan sistem pemeliharaan kelinci ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan minimum akan daging per orang (8 kg/tahun). Dengan tiga ekor induk dan satu pejantan, cukup untuk memproduksi 1-1.5 kg daging/minggu untuk keluarga yang terdiri dari 6-8 orang. Pakan kelinci umumnya berupa campuran hijauan yang tersedia secara lokal, ditambah dehgah sisa sayuran dan dedak padi. Sistem yang sederhana ini tampak berhasil dan satu lagi bahan bacaan tentang pemeliharaan kelinci secara sederhana telah diterbitka oleh Rollos dan Tuwo (1982).

Beberapa hambatan utama yang harus diatasi terlebih dahulu untuk mengembangluaskan pemeliharaan kelinci pada tingkat pedesaan adalah: Usaha untuk mempopulerkan kelnci sebagai ternak penghasil daging yang cocok untuk konsumsi manusia.
Pendidikan mengenai pentingnya masalah gizi. Menyadarkan masyarakat di desa tentang pentingnya mengkonsumsi daging dan hanya menjual kelinci-kelinci yang berlebih saja. Suatu bantuan berupa insentif mungkin berguna untuk diberikan bagi mereka yang benar-benar hanya menjual kelinci yang berlebih.
Membuat suatu sistem manajemen pemeliharaan yang sederhana tetapi efektif. Sistem ini harus menjamin produksi daging kelinci secara terus menerus dan teratur dalam suatu jangka waktu tertentu.
Menyediakan pakan yang diperoleh dengan usaha minimum, atau jika mungkin tanpa biaya. Sistem 'potong dan bawa' (cut and carry) hijauan dan suplementasi dedak padi tampaknya akan berhasil baiik dan memiliki beberapa keuntungan.
Membuat pola kandang murah, membentuk lingkungan yang paling sesuai untuk kelinci dengan kondisi higiene yang baik untuk mengurangi timbulnya penyakit.

Salah satu kendala utama dalam usaha pemeliharaan kelinci secara meluas di Indonesia adalah suhu dan kelembaban yang tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu identifikasi bangsa dan jenis kelinci yang dapat tumbuh dan berkembang biak pada kondisi suhu dan kelembaban setempat. faktor-faktor seperti lokasi, daerah peternakan, tipe perkandangan pertimbangan utama. Prosedur manajemen seperti jenis, cara dan waktu pemberian pakan dan kepadatan ternak juga merupakan pertimbangan utama dalam hubungannya dengan 'cekaman' karena suhu.

Dedak padi tampaknya merupakan konsentrat yang baik sebagai pelengkap hijauan. Namun, untuk lebih mendayagunakan dedak padi dan juga produk limbah lainnya yang tersedia secara lokal. diperlukan suatu identifikasi performance produksi yang diharapkan dari ternak yang diberi pakan ini.

Penggunaan jenis-jenis hijauan yang dianggap potensial serta kombinasinya dalam penyediaan zat gizi pakan untuk kelinci perlu dipelajari. Termasuk kedalam jenis hijauan ini adalah hijauan leguminosa dan sayur-sayuran.

Karena pada dasarnya pemeliharaan ternak kelinci ini ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat pedesaan, maka sepatutnyalah bila program penelitian ditujukan pada produksi kelinci di tingkat pedesaan. Dalam program seperti ini peranan wanita pedesaan harus diaktifkan, karena pada kenyataannya, mereka ini turut aktif berpartisipasi dalam menunjang pemeliharaan kelinci di desa (Cale dan Carloni, 1982).

Penelitian jangka panjang yang lebih rumit dan kompleks diperlukan untuk persiapan sistem komersial yang mampu memelihara kelinci dalam jumlah besar, pada konsdisi kelembaban tinggi di daerah tropis.

Sumber: Potensi Ternak Kelinci Sebagai Penghasil Daging, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (1984)


Artikel Terkait:

lintasberita

0 komentar:

Posting Komentar