image







CEKAMAN SUHU PADA KELINCI


Suhu yang tinggi umumnya menurunkan konsumsi pakan dan akibatnya menurunkan produksi ternak. Kelinci karena berbulu tebal, sangat peka terhadap suhu lingkungan yang tinggi. Stephen (1980) menunjukkan bahwa kelinci-kelinci yang sedang tumbuh, dengan berat awal 1200 g, tumbuh terbaik pada suhu 18derajat celcius. Penurunan berat badan secara drastis terjadi pada suhu 30 derajat celcius dengan kelembaban nisbi 60%. Penurunan berat ini terjadi karena kurangnya konsumsi pakan dan rendahnya efisiensi penggunaan pakan dibandingkan dengan kelinci-kelinci pada suhu 18 derajat celcius. Pada suhu tinggi, performans reproduksi juga berkurang. Pada kelinci jantan sering terjadi kenaikan pH semen, penurunan pergerakan (motility) sperma, berkurangnya konsentrasi sperma dan naiknya jumlah sperma yang abnormal (Hiroe dan Tomizuka, 1965). Hal ini menyatakan adanya penurunan dalam tingkat kehidupan embryo pada suhu tinggi (Shah, 1956). Enos dkk. (1979) melaporkan bahwa kelinci dewasa dianggap steril bila suhu udara sekitar mencapai lebih dari 30 derajat celcius selama 4 atau 5 hari berturut-turut. Meskipun kelinci jantan tersebut tetap aktif, ketidak suburannya terus berlangsung sampai 2 bulan. Enos dkk. (1979) menganjurkan bahwa cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan pejantan muda (6-7 bulan) yang tidak mudah menjadi steril pada suhu 30-32 derajat celcius.
“High temperature generally depresses feed intake and therefore production in domestic livestock. The rabbit, because of its dense fur is particularly vulnerable. Stephen (1980) showed that growing rabbit, initially weighing 1200 g, grew best at 18 degrees and a substantial depression in gain occurred at 30 degrees with a relative humidity of 60%. This depression was due to reduced feed intake and a poorer feed efficiency compared with at 18 degrees. At high temperatures reproductive performance is also reduced. In bucks, there is often an increase in pH of the semen, a fall in sperm motility, a decrease in sperm concentration of abnormal spermatozoa (Hiroe dan Tomizuka, 1965). In does there is a decrease in embryonic survival at high temperature Shah, 1956). Enos et al. (1979) reported that a mature buck is rendered sterile when the ambient temperature exceed 30 degrees for 4-5 consecutive days. Although the buck may remain sexually active, sterllity continues for up to 2 months. Enos et al. (1979) suggested that the way to overcome the problem was to use young bucks (6-7 months) who do not easily become sterile at temperatures around 30-32 degrees.”
Sumber: Potensi Ternak Kelinci Sebagai Ternak Penghasil Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (1984)


Artikel Terkait:

lintasberita

0 komentar:

Posting Komentar